Penguasa Orde Baru adalah Tuhan.
A. Latar Belakang
Pendekatan mimetik adalah pendekatan
yang menitik beratkan pada alam semesta. Pendekatan ini menghubungkan karya
sastra dengan alam semesta yang berkaitan dengan aspek dan masalah yang cukup
luas dan rumit. Anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran
dunia dan kehidupan manusia disemesta raya ini.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan
kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra
dengan kenyataan diluar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981: 89).
Sasaran yang teliti adalah sejauh
mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau semesta dan kemungkinan adannya
intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam
sastra adalah hubungan dialektis atau bertetangga.
Pemberian makna pada karya sastra
berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia
khayalan. Karya sastra yang dilepaskan dan kenyataan yang kehilangan sesuatu
yang hakiki, yaitu kelibatan pembaca dalam eksistensi selaku manusia. Pembaca
sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang
esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan
segala keserba kekurangannya, atau lebih sederhana Berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat
hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki
untuk kita sebagai manusia.
Salah satu sastrawan Indonesia yang
tersohor dalam angkatan orde baru yaitu Joko pinurbo, beliau telah menghasilkan
banyak karya sastra yang diantaranya puisi Tuhan datang malam ini yang dibuat
pada tahun 1997. Puisi ini memiliki makna yang tinggi bila dikaji dengan baik.
Puisi ini akan dikaji menggunakan pendekatan mimetik dengan teori sosiologi
sastra, karena pemilihan bahasa dalam puisi ini memiliki nilai kehidupan nyata
dimata pembaca.
Sosiologi sastra merupakan
pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat atau mengenal sastra
karya kritikus dan sejarawan yang
terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat
tempat ia berasal, ideologi politik dan kondisi ekonomi serta khayalan yang
ditujukan.
Sosiologi
sastra sebagai suatu
jenis pendekatan terhadap sastra
memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda
daripada yang telah digariskan oleh sastra sastra
berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa sastra sastra adalah ekspresi dan bagian
dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan
jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut
Sebagai suatu bidang sastra, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani
objek sasarannya. Puisi ini
menceritakan sesuatu yang bersifat sombong yang telah melekat pada dirinya dan
susah untuk melupakan pada hal yang telah ada karena pakaian nya.
Istilah “sosiologi sastra” dalam ilmu sastra
dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan
antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi
ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang
bahwa sastra sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi oleh
lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu
Sosiologi sastra terb agi atas 3,
yaitu, sosiologi pengarang, sosiologi karya sastra dan sosiologi pembaca.
Sosiologi pengarang menyangkut
masalah pengarang sebagai penghasilan karya sastra. Yang mempermasalahkan
status social, ideology social pengarang dan ketertiban pengarang diluar karya
sastra.
Sosiologi karya menyangkut
eksistensi karya itu sendiri yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta
hal-hal lain yang tersirat dalam karya itu sendiri, dan yang berkaitan
masalah-masalah sosial.
Sosiologi pembaca mempermasalahkan
pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial
sastra bagi masyarakat pembaca.
Analisis puisi
“Tuhan Datang Malam ini”
Dalam proses kreatif Joko pinurbo
dapat dilihat sebuah kegelisahan, tidak tentram. Setidak-tidaknya, menyangkut
teknik dan gaya penulisan sang penulis. Entah apakah kegelisahan dan ketidak
tentraman itu masih, bahkan mungkin makin parah dengan keadaan sosial disekitar
penulis. Tertera pada salah satu puisi joko pinurbo “Tuhan datang Malam ini” :
Tuhan
datang malam ini
di
gudang gulita yang cuma dihuni cericit tikus
dan celoteh sepi. Ia datang dengan sebuah headline
yang megah: “Telah kubredel ketakutan
dan kegemetaranmu. Kini bisa kaurayakan kesepian
dan kesendirianmu dengan lebih meriah.”
Dengar, Tuhan melangkah lewat dengan sangat gemulai
di atas halaman-halaman yang hilang,
rubrik-rubrik terbengkelai.
....
(“Tuhan Datang Malam Ini”, Joko Pinurbo,dalam Celana, hal. 47)
Metafora yang dilakukan oleh Joko Pinurbo untuk penguasa Orde Baru adalah Tuhan. Orde Baru pada masa tahun 1990-an memang seperti “Tuhan”. Penguasa dengan mudah membredel media massa yang menentang penguasa Orde Baru. Orde Baru seperti “Tuhan”, mempunyai kekuasaan tak berbatas di Indonesia.
.....
Dan Tuhan datang malam ini
di gudang gelap, di bawah tanah, yang cuma dihuni
cericit tikus dan celoteh sepi.
Ia datang bersama empat ribu pasukan,
lengkap dengan borgol dan senapan.
Dengar, mereka menggedor-gedor pintu dan berseru:
“Jangan halangi kami. Jangan lari dan sembunyi.
Kami cuma orang-orang kesepian.
Kami ingin bergabung bersama Anda
di sebuah kolom yang teduh, kolom yang rindang.
Kami akan kumpulkan senjata
dan menyusunnya jadi sebuah komposisi kebimbangan.”
dan celoteh sepi. Ia datang dengan sebuah headline
yang megah: “Telah kubredel ketakutan
dan kegemetaranmu. Kini bisa kaurayakan kesepian
dan kesendirianmu dengan lebih meriah.”
Dengar, Tuhan melangkah lewat dengan sangat gemulai
di atas halaman-halaman yang hilang,
rubrik-rubrik terbengkelai.
....
(“Tuhan Datang Malam Ini”, Joko Pinurbo,dalam Celana, hal. 47)
Metafora yang dilakukan oleh Joko Pinurbo untuk penguasa Orde Baru adalah Tuhan. Orde Baru pada masa tahun 1990-an memang seperti “Tuhan”. Penguasa dengan mudah membredel media massa yang menentang penguasa Orde Baru. Orde Baru seperti “Tuhan”, mempunyai kekuasaan tak berbatas di Indonesia.
.....
Dan Tuhan datang malam ini
di gudang gelap, di bawah tanah, yang cuma dihuni
cericit tikus dan celoteh sepi.
Ia datang bersama empat ribu pasukan,
lengkap dengan borgol dan senapan.
Dengar, mereka menggedor-gedor pintu dan berseru:
“Jangan halangi kami. Jangan lari dan sembunyi.
Kami cuma orang-orang kesepian.
Kami ingin bergabung bersama Anda
di sebuah kolom yang teduh, kolom yang rindang.
Kami akan kumpulkan senjata
dan menyusunnya jadi sebuah komposisi kebimbangan.”
Tuhan, mereka sangat ketakutan.
Antarkan mereka ke sebuah rubrik yang tenang.
1997
(“Tuhan Datang Malam Ini”, Joko Pinurbo, dalam Celana hal. 48-49)
Tuhan yang dimetaforkan oleh Joko Pinurbo sebagai penguasa Orde Baru adalah orang-orang yang kesepian dan orang-orang yang mengumpulkan senjata dan menyusunnya jadi komposisi kebimbangan. Gambaran represif penguasa Orde Baru terlihat pada metafor Tuhan. Penguasa memang sering melakukan tindakan represif dengan senjata dan menciptakan ‘kedamaian’ yang dipaksakan tetapi sebenarnya adalah sebuah komposisi kebimbangan. Ironi, baru dimunculkan pada bait terakhir. Bait terakhir dicetak dengan huruf miring. Hal ini merupakan bagian yang coba ditekankan oleh Joko Pinurbo bahwa orang-orang yang ditekan oleh sikap represif penguasa Orde Baru ternyata masih memohonkan “doa” kepada Tuhan (yang sebenarnya) untuk penguasa Orde Baru agar mereka “sadar”.
Antarkan mereka ke sebuah rubrik yang tenang.
1997
(“Tuhan Datang Malam Ini”, Joko Pinurbo, dalam Celana hal. 48-49)
Tuhan yang dimetaforkan oleh Joko Pinurbo sebagai penguasa Orde Baru adalah orang-orang yang kesepian dan orang-orang yang mengumpulkan senjata dan menyusunnya jadi komposisi kebimbangan. Gambaran represif penguasa Orde Baru terlihat pada metafor Tuhan. Penguasa memang sering melakukan tindakan represif dengan senjata dan menciptakan ‘kedamaian’ yang dipaksakan tetapi sebenarnya adalah sebuah komposisi kebimbangan. Ironi, baru dimunculkan pada bait terakhir. Bait terakhir dicetak dengan huruf miring. Hal ini merupakan bagian yang coba ditekankan oleh Joko Pinurbo bahwa orang-orang yang ditekan oleh sikap represif penguasa Orde Baru ternyata masih memohonkan “doa” kepada Tuhan (yang sebenarnya) untuk penguasa Orde Baru agar mereka “sadar”.
Tema : tema puisi “Tuhan Datang
Malam Ini” menurut penulis adalah orang-orang yang kesepian dan
mencari sebuah kedamaian.
“kami cumin orang-orang kesepian,
kami ingin bergabung bersama anda”
Dalam kutipan diatas, bahwa seseorang yang merasa
kesepian dengan kekuasaannya, dan mencoba mencari sebuah kedamaian dengan
mengumpulkan senjata dan merangkaianya jadi sebuah komposisi kedamaian.
Perasaan :
bimbang
Nada : gelisah dan
ketakutan
Seperti yang
dikutipkan dalam puisi dibawah ini :
“kenapah
ya aku masih merasa kesepian.
Seakan
tidak bisa damai tanpa suara-suara riuh
Dan
kata-kata gaduh”.
“mungkin
karena kau terlampau terikat
pada
makna yang berkelebat sesaat”.
dalam kutipan diatas, seseorang yang sangat
kesepian dengan
dibayang-banyangi suara-suara yang entah berasal dari mana. sifat penguasaanya yang akan selalu melekat dan menempel terus pada
dirinya.
Amanat puisi ini menyatakan bahwa penyair ingin
mengungkapkan keresahan dirinya pada masa orde baru yang menyebabkan dirinya
seakan-akan tidak lagi dapat mengeluarkan suaranya atau pendapatnya. Keresahan
penyair ini menyebabkan kehancuran pada sosok penguasa yang dimetaforakan pada
kata “tuhan” yang ingin menguasai dunia.
Diksi : diksi yang
digunakan dalam puisi ini sangat sederhana dan dingin, sehingga pembaca
seolah-olah mengalami keresahan dan kebimbangan yang dialami oleh pengarang.
Pencitraan
:
Puisi
ini menggunakan pencitraan penglihatan, dimana saat kita membaca puisi ini kita
diajak oleh pengarang seolah-olah melihat sesuatu yang ada dalam puisi
tersebut. Misalnya pada kutipan berikut ini :
“saya ini apalah tuhan.
Saya ini cuma
jejak-jejak kaki musafir
Pada serial catatan pinggir;
Sisa aroma pada seonggok beha
Dan bau kecut pada sisa cinta.
Saya ini cuma cuwilan
cemas kok tuhan
Saya ini Cuma seratus
hektar halaman surat kabar
Yang habis terbakar;
Sekeping puisi yang terpental
Dilabrak lima battalion iklan.
Imajinasi :
imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun menggunakan
kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca. Pengarang membuat imajinasi kita seolah-olah
melihat seseorang yang resah
dan kesepian hanya untuk mencari kedamaian.
Gaya bahasa
bahasa
yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan dengan
kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin disampaikan.
majas
personifikasi :
kami akan kumpulkan
senjata
dan menyusunya jadi
sebuah komposisi kebimbangan.
Sesudah itu perkenankan
kami sita dan kami bawa
Semua yang anda punya,
sungguh pun
Cuma berkas-berkas tua
Dan halaman-halaman
kosong semata.
pada kutipan diatas, dimana pada bait tersebut kata senjata sesenguhnya merupakan benda mati yang digambarkan
seolah-olah bisa hidup dan menciptakan kedamaian.
Majas Hiperbola :
Yang dikutip dibawah ini :
“Tuhan, mereka
sangat ketakutan.
Antarkan mereka
kesebuah rubric yang tenang”.
Irama : irama dalam sajak ini tidak
terlalu tinggi-tidak juga rendah.
Rima : unsur bunyi dalam sajak ini sangat keras sehingga menimbulkan kegelisahan pada puisi, dan dapat
memberikan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut. Dalam puisi
ini Joko Pinurbo menggunakan rima yang beraturan yakni a-b a-b, dan hal itu
secara konsisten ia terapkan dari awal puisi hingga akhir puisi. Selain itu
dalam puisi ini Joko pinurbo mengamanatkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya
kita sebagai manusia tidak boleh rakus
dengan segala yang kita miliki.
PENUTUP
Dari pemaknaan puisi dengan
pendekatan mimetic menggunakan teori Sosiologi Sastra terhadap karya Joko
Pinurbo “Tuhan Datang Malam ini”. Tergambar makna puisi yang berbicara mengenai
keresahan seseorang yang menyebabkan kebimbangan untuk mendapatkan kedamaian.
Puisi Tuhan datang malam ini
mempunyai nilai literer yang tinggi. Penyair menggungkapkan perasaan resahnya
yang amat kuat. Pemaknaan sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimetic
didalam kajian atau tulisan itu hanyalah sebagian dari cara untuk memahami dan
menggali kandungan puisi. Apa yang sudah didapat di dalam rekonstruksi makna
ini tentu saja belum memuaskan, oleh karena itu kajian-kajian terhadap puisi
dengan aneka pendekatan lain perlu dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena
kajian-kajian yang serius terhadap puisi yang didasari oleh semangat
keintelektualan akan dapat memperkaya khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk
kedewasaan jiwa.
Daftar Pustaka
Pinurbo,
Joko. 1999. Celana. Magelang:
IndonesiaTera.
Pradotokusumo,
Partini Sardjono. 2005. Pengkajian
Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wiyatmi.
2006. Pengantar kajian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka.
Penguasa
Orde Baru adalah “Tuhan”
Puisi “ Tuhan Datang Malam ini”
Karya : Joko Pinurbo
Oleh Rizki Asdiarman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar